Mantan Presiden dan Ormas Keagamaan Akan Terlibat dalam Pengawasan Danantara

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengungkapkan bahwa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan serta mantan Presiden Republik Indonesia akan dilibatkan sebagai penasihat dan pengawas Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Saat tiba di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, ia menanggapi pertanyaan mengenai peran ormas dalam pengawasan Danantara dengan menyebut bahwa mereka kemungkinan akan berperan sebagai penasihat.

Selain itu, Hasan juga menyinggung kemungkinan mantan Presiden RI menjadi bagian dari dewan penasihat Danantara. Ia menjelaskan bahwa hal ini merupakan gagasan Presiden dan bertujuan untuk memperkuat tata kelola lembaga tersebut. Meski tidak menyebutkan nama mantan Presiden yang akan terlibat, ia menegaskan bahwa partisipasi mereka diperlukan demi memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi negara.

Danantara dibentuk sebagai sovereign wealth fund (SWF) milik Indonesia, yang harus mengedepankan prinsip akuntabilitas serta transparansi sesuai dengan Santiago Principle, sebuah pedoman internasional dalam tata kelola SWF yang baik. Oleh karena itu, pelibatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki integritas tinggi dinilai penting dalam menjaga kredibilitas lembaga ini.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan bahwa mantan Presiden Indonesia hingga pemimpin organisasi keagamaan akan diminta untuk mengawasi pengelolaan BPI Danantara. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Jawa Barat, ia menekankan bahwa Danantara merupakan aset strategis bagi masa depan bangsa dan harus dijaga bersama. Ia juga mengusulkan agar pimpinan ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, serta Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) turut berperan dalam pengawasan dana kekayaan negara ini.

Donald Trump Gagas Dinas Pendapatan Eksternal untuk Tarik Keuntungan dari Perdagangan Asing

Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan inisiatif besar untuk memperkenalkan “Dinas Pendapatan Eksternal,” sebuah badan baru yang dirancang untuk mengumpulkan pendapatan dari perusahaan asing yang berdagang dengan AS. Rencana ini diumumkan melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Selasa.

Dalam pengumumannya, Trump menyoroti ketergantungan pemerintah selama ini pada pajak domestik yang dikumpulkan oleh Dinas Pendapatan Internal (IRS). Ia menyatakan bahwa model ini sudah ketinggalan zaman dan mengusulkan pendekatan baru dengan memanfaatkan tarif, bea, dan pendapatan dari perdagangan internasional. “Sudah saatnya kita memastikan pihak asing yang memperoleh keuntungan besar dari perdagangan dengan kita turut membayar bagian mereka yang adil,” tegas Trump.

Trump juga menyampaikan kritik tajam terhadap perjanjian perdagangan internasional yang selama ini, menurutnya, terlalu lunak dan tidak menguntungkan bagi Amerika Serikat. Ia berargumen bahwa perjanjian tersebut membuat AS terus-menerus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global tanpa menerima manfaat yang setimpal.

Melalui kebijakan ini, Trump berharap bisa mengurangi beban pajak domestik, meningkatkan pendapatan negara, dan memperkuat posisi AS dalam perdagangan global. “Langkah ini adalah tentang mengembalikan keadilan dalam hubungan perdagangan kita,” ungkap Trump.

Inisiatif ini sekaligus menjadi pernyataan sikap Trump terhadap pandangan ekonomi globalnya, yang menempatkan kepentingan AS sebagai prioritas utama, terutama dalam mengamankan pendapatan dari mitra-mitra dagang asing.