Donald Trump Gagas Dinas Pendapatan Eksternal untuk Tarik Keuntungan dari Perdagangan Asing

Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan inisiatif besar untuk memperkenalkan “Dinas Pendapatan Eksternal,” sebuah badan baru yang dirancang untuk mengumpulkan pendapatan dari perusahaan asing yang berdagang dengan AS. Rencana ini diumumkan melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Selasa.

Dalam pengumumannya, Trump menyoroti ketergantungan pemerintah selama ini pada pajak domestik yang dikumpulkan oleh Dinas Pendapatan Internal (IRS). Ia menyatakan bahwa model ini sudah ketinggalan zaman dan mengusulkan pendekatan baru dengan memanfaatkan tarif, bea, dan pendapatan dari perdagangan internasional. “Sudah saatnya kita memastikan pihak asing yang memperoleh keuntungan besar dari perdagangan dengan kita turut membayar bagian mereka yang adil,” tegas Trump.

Trump juga menyampaikan kritik tajam terhadap perjanjian perdagangan internasional yang selama ini, menurutnya, terlalu lunak dan tidak menguntungkan bagi Amerika Serikat. Ia berargumen bahwa perjanjian tersebut membuat AS terus-menerus berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global tanpa menerima manfaat yang setimpal.

Melalui kebijakan ini, Trump berharap bisa mengurangi beban pajak domestik, meningkatkan pendapatan negara, dan memperkuat posisi AS dalam perdagangan global. “Langkah ini adalah tentang mengembalikan keadilan dalam hubungan perdagangan kita,” ungkap Trump.

Inisiatif ini sekaligus menjadi pernyataan sikap Trump terhadap pandangan ekonomi globalnya, yang menempatkan kepentingan AS sebagai prioritas utama, terutama dalam mengamankan pendapatan dari mitra-mitra dagang asing.

Trump Siapkan Langkah Agresif: 100 Perintah Eksekutif Menanti di Hari Pertama Kepresidenan

Donald Trump dikabarkan akan segera menandatangani lebih dari 100 perintah eksekutif pada hari pertamanya menjabat kembali sebagai Presiden Amerika Serikat. Perintah ini mencakup kebijakan keamanan perbatasan, deportasi, dan berbagai prioritas politik lainnya. Trump dijadwalkan dilantik sebagai Presiden AS ke-47 pada 20 Januari mendatang di Gedung Capitol.

Menurut laporan dari media Axios, Trump bersama penasihatnya telah mempresentasikan ringkasan dari sejumlah kebijakan ini dalam pertemuan dengan anggota Senat AS dari Partai Republik pada Rabu malam. Dua sumber menyebutkan bahwa para senator mendapatkan gambaran awal dari beberapa kebijakan yang akan menjadi fokus utama Trump.

Stephen Miller, penasihat Trump dalam bidang imigrasi, menjelaskan bahwa salah satu prioritas utama adalah memperkuat kebijakan keamanan perbatasan dan imigrasi. Rencana tersebut termasuk memanfaatkan pasal 287(g) dari Undang-Undang Imigrasi AS untuk meningkatkan fungsi ICE (Immigration and Customs Enforcement) serta melanjutkan pembangunan tembok perbatasan AS-Meksiko yang menjadi janji kampanye utama Trump sebelumnya.

Trump juga disebut akan menggunakan kembali Bab 42 KUHP AS, yang sebelumnya dipakai selama pandemi COVID-19 untuk memperketat pengawasan di perbatasan. Kebijakan ini memungkinkan pemerintah AS untuk mengusir imigran di perbatasan tanpa memberi kesempatan untuk mengajukan suaka dengan dalih melindungi kesehatan masyarakat.

Selama pandemi, pasal ini menjadi dasar bagi pengusiran jutaan imigran hingga akhirnya dihentikan oleh Presiden Joe Biden pada tahun 2023. Namun, Trump berniat memberlakukannya kembali sebagai bagian dari langkah memperketat kontrol perbatasan.

Meski laporan ini tidak memberikan rincian lengkap, kebijakan-kebijakan tersebut diperkirakan akan mencakup langkah teknis serta keputusan strategis yang lebih luas yang akan diatur oleh Trump dan berbagai badan federal di bawah kepemimpinannya.

Jerman Dan Prancis Berikan Peringatan Keras Kepada Trump Terkait Greenland

Jerman dan Prancis secara resmi memberikan peringatan kepada Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, terkait keinginannya untuk menguasai Greenland. Pernyataan ini muncul setelah Trump mengisyaratkan kemungkinan menggunakan kekuatan militer atau ekonomi untuk merebut pulau tersebut, yang merupakan wilayah otonomi Denmark.

Kanselir Jerman, Olaf Scholz, menegaskan bahwa perbatasan negara tidak boleh diubah dengan kekerasan. Dalam sebuah konferensi pers, Scholz menyatakan bahwa prinsip kedaulatan wilayah harus dihormati oleh semua negara, terlepas dari kekuatan yang dimiliki. Ini menunjukkan bahwa Jerman berkomitmen untuk mempertahankan norma-norma internasional yang melindungi integritas wilayah negara lain.

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, juga mengkritik pernyataan Trump dan menekankan bahwa Uni Eropa tidak akan membiarkan negara mana pun menyerang kedaulatan perbatasan anggotanya. Barrot menyatakan keyakinannya bahwa meskipun tidak percaya AS akan melakukan invasi ke Greenland, ancaman semacam itu tidak dapat ditoleransi. Ini mencerminkan solidaritas Eropa dalam menghadapi potensi ancaman terhadap kedaulatan negara-negara anggota.

Peringatan dari kedua negara tersebut menciptakan kekhawatiran akan kemungkinan meningkatnya ketegangan internasional. Jika Trump melanjutkan rencananya untuk mengambil alih Greenland dengan cara yang agresif, hal ini dapat memicu konflik baru di kawasan Arktik. Ini menunjukkan betapa pentingnya diplomasi dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di tingkat global.

Keinginan Trump untuk membeli Greenland bukanlah hal baru; ia pernah mengajukan tawaran serupa pada tahun 2019, yang ditolak oleh pemerintah Denmark. Meskipun Denmark adalah sekutu dekat AS dalam NATO, penolakan tersebut menunjukkan bahwa masalah ini sensitif dan dapat menimbulkan ketegangan antara kedua negara. Ini menunjukkan bahwa hubungan internasional sering kali dipengaruhi oleh sejarah dan konteks politik yang lebih luas.

Pemimpin Greenland, Mute Egede, telah menegaskan bahwa pulau tersebut adalah milik rakyat Greenland dan hanya mereka yang berhak menentukan masa depannya. Pernyataan ini menyoroti pentingnya suara lokal dalam keputusan yang berkaitan dengan wilayah mereka sendiri. Ini mencerminkan bahwa otonomi dan hak penentuan nasib sendiri adalah prinsip-prinsip fundamental dalam hubungan internasional.

Dengan peringatan dari Jerman dan Prancis, semua pihak kini diajak untuk merenungkan pentingnya menghormati kedaulatan wilayah dalam konteks global. Tindakan agresif terhadap negara lain tidak hanya berisiko memicu konflik tetapi juga dapat merusak hubungan diplomatik yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Melalui dialog dan diplomasi, diharapkan ketegangan ini dapat dikelola dengan baik demi menjaga perdamaian dunia.

Bukan China! Kemenangan Donald Trump Bisa ‘Makan Korban’ Negara Jepang

Pada 8 November 2024, kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS 2024 membawa dampak yang cukup besar bagi hubungan internasional, khususnya terhadap negara-negara mitra utama Amerika Serikat. Meskipun banyak yang mengkhawatirkan dampak negatif terhadap China, Jepang justru bisa menjadi salah satu negara yang paling merasakan efek buruk dari kembalinya Trump ke Gedung Putih.

Trump dikenal dengan pendekatan kebijakan luar negeri yang “America First” dan sering kali memprioritaskan kepentingan nasional AS di atas kepentingan negara lain. Berbeda dengan pemerintahan Biden yang lebih mengutamakan diplomasi dan kerjasama internasional, Trump lebih suka menggunakan taktik tekanan untuk mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan bagi Amerika. Hal ini bisa membuat hubungan dengan Jepang, yang sangat bergantung pada AS dalam bidang keamanan dan perdagangan, menjadi lebih sulit.

Jepang merupakan sekutu penting Amerika Serikat di kawasan Asia Timur, terutama dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara dan China. Namun, di bawah pemerintahan Trump, AS bisa saja menarik dukungannya atau bahkan mengurangi keterlibatannya dalam menjaga stabilitas kawasan. Hal ini berpotensi mengurangi keamanan Jepang, yang selama ini sangat bergantung pada kehadiran militer AS di wilayah tersebut.

Trump juga dikenal dengan kebijakan perdagangan yang protektionis, yang bisa berdampak buruk pada ekonomi Jepang. Ketika menjabat di periode sebelumnya, Trump pernah memberlakukan tarif tinggi terhadap barang-barang dari Jepang. Jika kebijakan serupa diterapkan kembali, ekspor Jepang yang sangat bergantung pada pasar AS bisa terhambat. Selain itu, keputusan Trump yang cenderung mengabaikan kesepakatan multilateral juga bisa mempersulit hubungan ekonomi Jepang dengan AS.

Industri Jepang, terutama sektor otomotif dan teknologi, yang sangat bergantung pada hubungan dagang yang stabil dengan AS, juga bisa terkena dampak dari kebijakan proteksionisme Trump. Tarif tinggi dan pembatasan perdagangan dapat memperburuk daya saing produk-produk Jepang di pasar internasional, yang sudah terganggu oleh persaingan global yang semakin ketat.

Kemenangan Trump di Pilpres AS 2024 mungkin tidak hanya berdampak pada China, tetapi juga pada negara-negara sekutu seperti Jepang. Dengan kebijakan luar negeri yang lebih agresif dan proteksionis, Jepang berpotensi menjadi “korban” dalam relasi baru antara kedua negara. Kebijakan ini bisa menambah ketegangan dalam hubungan yang telah terjalin lama, sehingga Jepang perlu bersiap dengan tantangan yang lebih besar di masa mendatang.