Musk Ungkap Alasan Tidak Berminat Akuisisi TikTok

Elon Musk, yang dikenal sebagai pemilik Tesla dan platform media sosial X (sebelumnya Twitter), baru-baru ini menyampaikan bahwa ia tidak tertarik untuk membeli TikTok, meskipun perusahaan tersebut tengah berada dalam sorotan hukum di Amerika Serikat. Dalam sebuah video yang dirilis pada akhir pekan lalu, Musk menegaskan bahwa ia tidak memiliki rencana untuk mengakuisisi aplikasi berbasis video tersebut, yang saat ini menghadapi tekanan dari pemerintah AS terkait masalah keamanan nasional.

TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance, perusahaan asal China, tengah berada dalam perdebatan hukum di AS terkait masalah pengumpulan data pengguna yang dianggap berisiko bagi privasi warga negara. Pemerintah AS telah mengancam akan melarang operasional TikTok di negara itu, kecuali perusahaan tersebut dipisahkan dari pemilik asalnya. Pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump, hal ini sempat memicu kebijakan yang mengarah pada pembatasan TikTok, dengan keputusan untuk memaksa pemisahan atau larangan total terhadap aplikasi tersebut.

Meskipun TikTok terjebak dalam masalah hukum ini, Trump pernah mengusulkan Musk, yang juga merupakan salah satu pendukung keuangan kampanye presidennya, untuk membeli TikTok. Namun, Musk dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak tertarik untuk mengambil langkah tersebut. “Saya pribadi tidak menggunakan TikTok, jadi saya tidak begitu mengenalnya. Saya tidak tertarik untuk mengakuisisi TikTok,” jelas Musk, seperti yang dikutip dari kantor berita AFP pada Minggu (9/2/2025).

Sebelumnya, Musk membuat gebrakan besar dengan membeli Twitter seharga 44 miliar dolar AS pada 2022, yang kemudian berganti nama menjadi X. Keputusan tersebut diambil dengan alasan untuk melindungi kebebasan berbicara di platform. Namun, kebijakan baru yang diterapkan setelah pengambilalihan tersebut memicu kontroversi, dengan adanya lonjakan ujaran kebencian dan disinformasi di X, yang menjadi sorotan dari berbagai organisasi hak asasi manusia.

Di sisi lain, Musk juga turut berperan aktif dalam mendukung kebijakan fiskal Trump, termasuk pemotongan anggaran presiden AS. Dalam kesempatan yang sama, Musk mengkritik kebijakan Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (DEI), yang menurutnya merupakan bentuk rasisme dengan nama baru. “DEI hanyalah rasisme yang diberi nama baru. Saya menentang rasisme dan seksisme, tidak peduli kepada siapa hal itu ditujukan,” tegas Musk dalam komentarnya di forum Jerman.

Di tengah ketegangan politik ini, pejabat AS kini sedang berusaha untuk menerapkan kebijakan yang mengurangi inisiatif-inisiatif DEI di seluruh birokrasi federal, yang mencakup penghentian pelatihan, pembatalan hibah, serta pengurangan jumlah pegawai dalam sektor-sektor terkait. Sebuah perubahan yang mungkin akan terus mempengaruhi dinamika politik dan sosial di AS.