Ahmad Dhani, musisi ternama Indonesia, kembali menjadi sorotan setelah menerapkan sistem direct licensing pada lagu-lagu ciptaannya. Metode ini memungkinkan pencipta lagu untuk mengelola sendiri lisensi penggunaan karya mereka tanpa melalui lembaga kolektif. Namun, langkah yang diambil Dhani memicu perdebatan di kalangan musisi lain, dengan beberapa pihak menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk pemalakan. Menanggapi hal ini, ayah dari Al, El, dan Dul itu mengaku heran dengan tuduhan tersebut.
Menurut Dhani, konsep direct licensing justru memastikan hak-hak ekonomi pencipta lagu dapat dipenuhi secara maksimal. Ia membandingkannya dengan seseorang yang memiliki mobil pribadi dan berhak menentukan tarif sewanya. “Kalau ada yang mau menyewa mobil saya, Defender tahun 1991, saya bisa menentukan harga Rp 10 juta per hari. Kalau tidak mau, ya tidak usah menyewa,” ujar Dhani di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Suami Mulan Jameela itu juga menegaskan bahwa hak cipta melekat pada penciptanya, sehingga mereka memiliki kewenangan penuh atas penggunaan karya tersebut. Ia menyebut bahwa mereka yang menganggap direct licensing sebagai pemalakan adalah pihak yang belum memahami konsep dasar hak cipta dengan baik. “Ini lagu-lagu saya, properti saya. Kok dibilang pemalakan?” tegasnya.
Dhani menekankan bahwa para musisi lain tidak diwajibkan untuk menggunakan lagunya jika tidak setuju dengan sistem tersebut. Ia merasa wajar jika pencipta lagu ingin mendapatkan hak ekonomi yang adil atas karya yang telah mereka buat.