Migran Ilegal India Dipulangkan, AS Perketat Aturan Imigrasi

Pada Sabtu (15/2/2025), sebanyak 119 migran asal India dideportasi dari Amerika Serikat dan tiba di Kota Amritsar, India Utara, sebagai bagian dari kebijakan tegas yang diterapkan oleh Pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, untuk menangani imigrasi ilegal. Deportasi kali ini menggunakan pesawat kargo militer C17 Globemaster III, yang membawa lebih dari seratus migran, sebagian besar berasal dari negara bagian Punjab dan Haryana. Gelombang deportasi ini mengundang berbagai reaksi, baik di AS maupun di India.

Mayoritas migran yang dideportasi adalah pria berusia antara 18 hingga 30 tahun. Namun, tak hanya kaum pria, ada juga empat perempuan dan dua anak di bawah umur yang turut dipulangkan. Pada hari Minggu (16/2/2025), menurut laporan The Independent, gelombang ketiga deportasi diperkirakan akan diberangkatkan, dengan lebih dari 150 migran lainnya dipulangkan ke India.

Pemerintah India menyatakan bahwa mereka telah menyiapkan langkah-langkah untuk memfasilitasi kepulangan para migran tersebut. Beberapa migran yang berasal dari Goa, Gujarat, dan Maharashtra dipulangkan dengan penerbangan pagi, sementara migran yang berasal dari Punjab dan Haryana akan melanjutkan perjalanan darat ke daerah asal mereka. Menteri Luar Negeri India, Vikram Misri, mengungkapkan bahwa sekitar 500 warga negara India tercatat dalam daftar deportasi akibat kebijakan keras pemerintahan Trump terhadap imigrasi ilegal. Banyak dari migran ilegal ini sebelumnya membayar penyelundup hingga puluhan ribu dolar AS untuk bisa memasuki AS atau negara-negara Barat, dengan sebagian dana tersebut diperoleh melalui cara-cara ekstrem, seperti menggadaikan tanah atau perhiasan.

Proses deportasi ini pertama kali dimulai pada awal bulan Februari, dengan penerbangan pertama yang membawa sejumlah migran ilegal India mendarat di Amritsar. Namun, pemulangan massal ini memicu reaksi politik yang cukup kuat di India. Partai-partai oposisi mengkritik Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi karena dianggap bungkam mengenai cara-cara memalukan dalam pemulangan warganya. Pawan Khera, juru bicara Partai Kongres, mengungkapkan rasa kecewa dan sedihnya melihat foto-foto migran yang dideportasi dengan diborgol dan diperlakukan dengan tidak hormat. “Melihat foto-foto orang India yang diborgol dan dipermalukan saat dideportasi dari AS membuat saya sedih sebagai orang India,” ujar Khera.

Sindiran juga datang dari Kepala Menteri Punjab, Bhagwant Mann, yang berasal dari partai oposisi Aam Aadmi. Ia menyatakan, “Ketika Modi berjabat tangan dengan temannya Donald Trump, warga negara India dideportasi dengan rantai di pesawat militer. Ini adalah hadiah balasan Trump kepada Modi.” Kritik-kritik ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap cara pemerintah menangani pemulangan migran yang terkesan tidak berperasaan dan memalukan.

Meski mendapat kritik tajam, Pemerintah India tetap menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam menangani masalah imigrasi ilegal. Mereka siap menerima kembali warga negara yang dipulangkan, dengan syarat kewarganegaraan mereka dapat diverifikasi dengan benar. Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, menegaskan bahwa setiap warga India yang melanggar aturan imigrasi di negara manapun, termasuk AS, akan dipulangkan ke tanah air mereka. “Kami akan memfasilitasi pemulangan mereka ke India, dengan syarat kewarganegaraan mereka dapat diverifikasi,” kata Jaiswal.

Tindakan deportasi ini merupakan bagian dari kebijakan AS yang lebih luas untuk menanggulangi imigrasi ilegal, yang terus menjadi sorotan dalam konteks hubungan politik antara Amerika Serikat dan India. Kebijakan ini memicu perdebatan mengenai hak asasi manusia, perlakuan terhadap migran, dan hubungan bilateral yang semakin kompleks antara kedua negara. Dengan jumlah migran yang terus bertambah, proses deportasi ini berpotensi menjadi isu yang lebih besar di masa mendatang, mempengaruhi persepsi publik terhadap pemerintah India dan kebijakan imigrasi internasional.