Duka di RD Kongo! 80+ Warga Sipil Tewas Akibat Serangan Milisi

Situasi di Republik Demokratik (RD) Kongo kembali mencekam setelah serangan kejam yang dilakukan kelompok bersenjata CODECO di wilayah timur negara tersebut. Serangan yang terjadi pada Senin (10/2/2025) malam di Djugu, Provinsi Ituri, menyebabkan lebih dari 80 warga sipil tewas. Misi penjaga perdamaian PBB, MONUSCO, pada Kamis (13/2/2025) mengungkapkan jumlah korban yang jauh lebih tinggi dibandingkan laporan awal pemerintah setempat yang sebelumnya hanya memperkirakan 51 korban jiwa.

Menurut MONUSCO, pasukan penjaga perdamaian telah berusaha merespons serangan ini secepat mungkin. Namun, metode serangan yang digunakan kelompok militan ini menyulitkan pendeteksian dini. Berbeda dari serangan bersenjata api yang lebih mudah diidentifikasi, para pelaku menggunakan senjata tajam, sehingga mereka dapat bergerak dengan lebih leluasa tanpa menarik perhatian besar sebelum terlambat.

“Begitu pasukan kami tiba di lokasi, mereka mendapati lebih dari 80 warga sipil telah dibantai, rumah-rumah dibakar, dan kepanikan melanda penduduk setempat,” demikian pernyataan MONUSCO yang dikutip oleh Reuters.

CODECO dan Perebutan Sumber Daya

Kelompok CODECO dikenal sebagai salah satu dari sekian banyak milisi yang beroperasi di wilayah timur RD Kongo. Kelompok ini sering kali terlibat dalam konflik bersenjata untuk memperebutkan lahan serta sumber daya alam yang kaya di kawasan tersebut. Mereka juga kerap menyerang kamp-kamp pengungsian yang jumlahnya terus bertambah akibat ketidakstabilan di wilayah itu.

Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan akibat pergerakan kelompok pemberontak lain, M23, yang diduga mendapat dukungan dari Rwanda. M23 baru-baru ini menguasai Goma, kota terbesar di Kongo timur, pada akhir Januari 2025.

Laporan PBB menyebutkan bahwa lebih dari 3.000 orang tewas hanya dalam beberapa hari sebelum Goma jatuh ke tangan pemberontak. Pejabat setempat memperingatkan bahwa jika M23 terus bergerak dari Provinsi Kivu Utara ke Kivu Selatan, dampaknya bisa menjadi bencana kemanusiaan yang lebih besar.

Sementara itu, situasi di RD Kongo semakin tidak menentu. Pemerintah setempat dan pasukan penjaga perdamaian PBB masih berupaya menstabilkan wilayah tersebut, tetapi serangan-serangan brutal seperti yang dilakukan CODECO menunjukkan betapa kompleksnya konflik yang melanda negara ini.