Arab Saudi akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat pada 20 Februari 2025, yang dihadiri para pemimpin negara-negara Arab. Pertemuan ini akan membahas usulan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin mengambil alih Jalur Gaza.
Menurut laporan AFP, para pemimpin dari Mesir, Yordania, Qatar, dan Uni Emirat Arab dipastikan hadir dalam pertemuan tersebut. Setelah pertemuan di Arab Saudi, diskusi akan berlanjut dalam sidang Liga Arab di Kairo pada 27 Februari 2025, dengan agenda utama yang sama. Presiden Otoritas Palestina, Mahmud Abbas, juga dikabarkan akan turut serta dalam pembahasan ini.
Rencana Trump dan Kecaman dari Negara-Negara Arab
Usulan Trump untuk menguasai Jalur Gaza dan memindahkan lebih dari dua juta warga Palestina ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania telah memicu kecaman global. Rencana ini dinilai sebagai bentuk pengusiran paksa, yang mengingatkan warga Palestina pada peristiwa “Nakba”—pengusiran massal yang terjadi pada 1948 saat berdirinya Israel.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memberikan saran kontroversial bahwa Arab Saudi juga bisa dijadikan tempat penampungan bagi warga Palestina. Pernyataan ini langsung mendapat kritik tajam dari negara-negara Arab dan bahkan dianggap sebagai lelucon oleh beberapa media Israel.
Situasi ini menciptakan persatuan yang jarang terjadi di antara negara-negara Arab dalam menentang pengusiran massal rakyat Palestina. Negara-negara tersebut bersepakat untuk tidak menerima rencana pemindahan paksa, yang dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kedaulatan Palestina.
Ancaman Trump terhadap Sekutu Arab
Tak hanya mengusulkan rencana kontroversial, Trump juga dikabarkan mengancam akan memutus bantuan ekonomi bagi negara-negara yang menolak bekerja sama dengan skemanya. Yordania dan Mesir—yang selama ini menjadi sekutu penting AS di Timur Tengah—menjadi target utama ancaman tersebut.
Yordania sendiri saat ini menampung lebih dari dua juta pengungsi Palestina, yang bahkan mencapai lebih dari setengah populasi negaranya yang berjumlah sekitar 11 juta orang. Sementara itu, Mesir mengambil sikap berbeda dengan menawarkan solusi pembangunan kembali Gaza, sehingga rakyat Palestina bisa tetap tinggal di tanah mereka tanpa harus dipindahkan ke negara lain.
Dinamika Politik Timur Tengah di Tengah Konflik Gaza
KTT yang digelar Arab Saudi ini menjadi momentum penting dalam politik Timur Tengah, terutama dalam memperkuat posisi negara-negara Arab dalam menolak segala bentuk penggusuran warga Palestina. Dengan tekanan internasional yang semakin besar, pertemuan ini bisa menjadi langkah awal dalam menemukan solusi yang lebih berkeadilan bagi rakyat Palestina tanpa harus mengorbankan hak mereka atas tanah kelahirannya.
Seluruh dunia kini menanti hasil pertemuan tersebut. Akankah negara-negara Arab mampu membangun kesepakatan kuat untuk menghadapi tekanan AS dan Israel? Ataukah ada jalan tengah yang dapat ditempuh guna meredakan ketegangan di kawasan tersebut? Semua mata kini tertuju pada Riyadh dan Kairo.