Pemerintah Israel kembali menetapkan kebijakan pembatasan akses di kompleks Masjid Al Aqsa di Yerusalem selama bulan suci Ramadhan 2025. Keputusan ini diumumkan oleh juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, yang menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan prosedur keamanan yang rutin diterapkan setiap tahunnya.
“Pembatasan keamanan akan diberlakukan seperti yang sudah diterapkan pada tahun-tahun sebelumnya,” ujar Mencer dalam pernyataannya yang dikutip oleh AFP pada Jumat (28/2/2025).
Kebijakan ini, menurut Mencer, bertujuan untuk mencegah potensi bentrokan dan kekerasan yang dapat mengganggu stabilitas kawasan. Namun, langkah tersebut dipastikan akan berdampak besar bagi ribuan jemaah, terutama warga Palestina yang datang dari Tepi Barat untuk menjalankan ibadah di salah satu situs paling suci dalam Islam.
Pembatasan Ketat bagi Jemaah Palestina
Setiap tahun, ratusan ribu umat Muslim dari berbagai wilayah berbondong-bondong menuju Masjid Al Aqsa untuk beribadah sepanjang bulan Ramadhan. Namun, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, Israel akan menerapkan aturan ketat bagi mereka yang ingin memasuki kompleks masjid, terutama warga Palestina.
Pada Ramadhan 2024, otoritas Israel menerapkan pembatasan usia bagi jemaah yang ingin masuk ke kompleks Al Aqsa. Pria yang diperbolehkan beribadah harus berusia 55 tahun ke atas, sedangkan bagi wanita, batas usia minimum adalah 50 tahun. Selain itu, ribuan personel kepolisian Israel dikerahkan di berbagai titik di Yerusalem untuk mengontrol situasi dan mencegah kemungkinan bentrokan.
Untuk Ramadhan 2025 ini, penerapan kebijakan serupa dipastikan akan kembali dilakukan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ketegangan antara warga Palestina dan aparat keamanan Israel bisa kembali meningkat, mengingat pembatasan seperti ini sering kali berujung pada protes dan bentrokan di kawasan tersebut.
“Tidak ada negara yang akan menoleransi upaya provokasi atau kekerasan, begitu juga dengan Israel,” tegas Mencer, menanggapi potensi reaksi dari masyarakat Palestina.
Ketegangan Memanas di Tengah Krisis Gaza
Keputusan Israel untuk kembali menerapkan pembatasan di Masjid Al Aqsa terjadi dalam situasi yang masih bergejolak di kawasan, terutama setelah konflik panjang di Gaza yang telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa. Meskipun ada gencatan senjata, ketegangan antara Israel dan kelompok-kelompok bersenjata Palestina masih jauh dari mereda.
Israel menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mempertahankan status quo di situs suci tersebut. Namun, bagi warga Palestina, langkah ini bukan sekadar pengamanan, melainkan bagian dari pembatasan yang lebih luas terhadap hak mereka untuk beribadah.
Masjid Al Aqsa bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol identitas dan perjuangan nasional Palestina. Oleh karena itu, setiap kebijakan pembatasan yang diberlakukan Israel di kawasan ini kerap memicu kemarahan dan aksi protes dari warga Palestina maupun komunitas internasional.
Potensi Sorotan Internasional dan Dampak Politik
Sejarah mencatat bahwa kebijakan pembatasan di Masjid Al Aqsa sering kali menjadi pemicu ketegangan yang lebih besar di kawasan Yerusalem Timur dan sekitarnya. Penerapan aturan ketat pada Ramadhan kali ini diprediksi akan kembali menarik perhatian dunia internasional, terutama negara-negara yang selama ini mendukung hak Palestina untuk beribadah dengan bebas di Al Aqsa.
Di tengah situasi politik dan keamanan yang masih belum stabil, keputusan Israel ini juga berpotensi memperburuk hubungan diplomatiknya dengan negara-negara Muslim, yang kerap mengkritik keras kebijakan pembatasan di tempat suci umat Islam.
Dengan kondisi yang terus berkembang, Ramadhan 2025 di Yerusalem diperkirakan akan kembali diwarnai dengan ketegangan dan protes, sementara dunia menyoroti bagaimana situasi ini akan berkembang lebih lanjut.