Suriah di Persimpangan Jalan: Tantangan dan Peluang Pasca Keruntuhan Rezim Assad

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (8/1) memperingatkan ancaman serius terhadap kedaulatan Suriah pasca keruntuhan rezim Assad sebulan lalu. Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, menyatakan bahwa keputusan yang diambil saat ini akan memiliki dampak jangka panjang bagi negara tersebut. Ia menekankan bahwa PBB siap mendukung Suriah dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Pedersen mencatat bahwa pemerintah baru Suriah telah memulai dialog dengan berbagai kelompok masyarakat, namun ia juga mendorong langkah lebih lanjut untuk menciptakan rasa aman, membangun kepercayaan, dan melibatkan seluruh elemen bangsa dalam proses transisi. Ia memperingatkan ancaman terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Suriah akibat serangan oleh kelompok PKK/YPG dan afiliasinya, Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang masih menguasai wilayah timur laut dan sebagian Aleppo.

Selain itu, Pedersen mengkritik aktivitas militer Israel yang terus melanggar perjanjian internasional, termasuk serangan terhadap warga sipil di Suriah. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut hanya akan memperburuk situasi dan menghalangi transisi politik yang damai. Ia juga menyambut langkah pemerintah AS untuk mengeluarkan lisensi umum sementara bagi Suriah, namun menekankan bahwa upaya lebih besar diperlukan untuk mengatasi sanksi yang menghambat dukungan kemanusiaan.

Kepala bantuan kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyoroti tiga tantangan utama yang harus dihadapi Suriah: pembangunan kembali layanan esensial, perlindungan warga sipil, dan pelibatan perempuan serta anak perempuan dalam proses transisi. Dengan stabilnya situasi keamanan, Fletcher menyatakan bahwa operasi kemanusiaan dapat diperluas secara signifikan. Ia juga menyambut bantuan internasional dan menyerukan penghapusan hambatan sanksi agar dukungan kemanusiaan dapat berjalan lancar.

Keruntuhan rezim Baath yang telah memerintah selama 61 tahun pada 8 Desember lalu bertepatan dengan meningkatnya serangan militer Israel di Suriah. Israel menghancurkan infrastruktur yang ditinggalkan oleh tentara rezim dan memperluas pendudukannya hingga mencapai 25 kilometer dari ibu kota Damaskus. Dalam konteks ini, PBB dan komunitas internasional menyerukan komitmen penuh untuk mendukung rakyat Suriah dalam membangun kembali negaranya dan menciptakan stabilitas jangka panjang.

AS Kirim Konvoi Terbesar Ke Suriah Sejak Jatuhnya Bashar al-Assad, Tanda Keterlibatan yang Meningkat

Amerika Serikat (AS) melaporkan pengiriman konvoi logistik terbesar ke Suriah sejak jatuhnya rezim Bashar al-Assad. Konvoi ini terdiri dari sekitar 210 truk yang membawa senjata dan pasokan penting untuk mendukung koalisi yang dipimpin oleh AS di wilayah tersebut.

Pengiriman konvoi ini merupakan langkah strategis dalam mendukung pasukan koalisi di Suriah, terutama dalam menghadapi tantangan keamanan yang terus berkembang di kawasan tersebut. Total enam konvoi telah menyeberang ke Suriah, menunjukkan komitmen AS untuk memperkuat posisi mereka di tengah ketidakpastian politik dan militer yang masih ada. Ini mencerminkan upaya AS untuk menjaga stabilitas di wilayah yang telah lama dilanda konflik.

Dengan pengiriman besar-besaran ini, AS berusaha untuk memperkuat kekuatan militer mereka di Suriah, terutama dalam konteks ancaman dari kelompok ekstremis dan potensi ketegangan dengan negara-negara lain di kawasan tersebut. Langkah ini juga dapat memicu reaksi dari negara-negara seperti Rusia dan Iran, yang memiliki kepentingan signifikan di Suriah. Keberadaan pasukan AS di sana menjadi sorotan internasional dan dapat mempengaruhi dinamika geopolitik di Timur Tengah.

Selain pengiriman konvoi, laporan terbaru juga menyebutkan bahwa AS sedang membangun pangkalan militer baru di kota Kobani, Suriah utara. Pangkalan ini akan berfungsi sebagai pusat operasi bagi pasukan AS dan sekutunya dalam menjalankan misi mereka di wilayah tersebut. Pembangunan pangkalan ini menunjukkan bahwa AS tidak hanya berfokus pada dukungan logistik tetapi juga pada penguatan infrastruktur militer mereka.

Keterlibatan AS yang semakin meningkat di Suriah mendapatkan perhatian luas dari komunitas internasional. Beberapa negara mengkhawatirkan potensi eskalasi konflik yang lebih besar akibat kehadiran militer AS yang lebih kuat. Sementara itu, pendukung kebijakan ini berargumen bahwa langkah-langkah tersebut diperlukan untuk melindungi kepentingan strategis dan mencegah kekuatan ekstremis mengambil alih wilayah tersebut.

Dengan pengiriman konvoi terbesar ke Suriah dan pembangunan pangkalan militer baru, tahun 2025 tampak menjadi tahun penting bagi keterlibatan AS di Timur Tengah. Semua mata kini tertuju pada bagaimana perkembangan ini akan memengaruhi situasi keamanan regional dan hubungan diplomatik antara negara-negara besar di kawasan tersebut. Keputusan-keputusan yang diambil oleh AS dalam waktu dekat akan sangat menentukan arah konflik dan stabilitas di Suriah serta sekitarnya.

Intelijen AS & Inggris Minta ISIS Serang Pangkalan Militer Negara Rusia Di Suriah

Pada tanggal 29 Desember 2024, laporan terbaru mengungkap bahwa intelijen Amerika Serikat dan Inggris telah meminta kelompok teroris ISIS untuk melancarkan serangan terhadap pangkalan militer Rusia di Suriah. Permintaan ini mencerminkan ketegangan yang meningkat antara kekuatan Barat dan Rusia di kawasan tersebut, serta implikasi lebih luas bagi stabilitas regional.

Menurut sumber dari intelijen, komandan lapangan ISIS telah menerima instruksi untuk menggunakan pesawat nirawak dalam serangan terhadap pangkalan militer Rusia. Ini menunjukkan bahwa baik AS maupun Inggris berusaha memanfaatkan situasi di Suriah untuk mengganggu operasi militer Rusia yang telah berlangsung sejak intervensi mereka dalam konflik Suriah pada tahun 2015. Langkah ini juga dapat dilihat sebagai upaya untuk melemahkan pengaruh Rusia di Timur Tengah.

Serangan terhadap pangkalan militer Rusia dapat memicu reaksi keras dari Moskow, yang selama ini telah berkomitmen untuk mendukung pemerintah Bashar al-Assad. Jika serangan tersebut terjadi, hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, serta memperburuk situasi keamanan di Suriah. Situasi ini juga dapat memicu lebih banyak kekerasan dan ketidakstabilan di wilayah yang sudah dilanda perang.

Pernyataan ini telah menuai berbagai reaksi dari para analis dan pengamat politik. Banyak yang khawatir bahwa strategi ini dapat memperburuk konflik yang sudah berkepanjangan dan menambah penderitaan bagi warga sipil di Suriah. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa langkah ini bisa mendorong ISIS untuk melakukan serangan lebih luas, tidak hanya terbatas pada pangkalan militer tetapi juga terhadap sasaran sipil.

Situasi di Suriah semakin kompleks dengan berbagai aktor terlibat, termasuk Rusia, AS, Iran, dan kelompok-kelompok pemberontak. Dalam beberapa bulan terakhir, pemberontak yang didukung Turki telah melancarkan serangan terpisah di wilayah utara Aleppo, sementara pasukan pemerintah Suriah berjuang untuk mempertahankan kendali atas daerah-daerah strategis. Dalam konteks ini, permintaan intelijen AS dan Inggris kepada ISIS menambah lapisan baru dalam dinamika konflik.

Permintaan intelijen AS dan Inggris kepada ISIS untuk menyerang pangkalan militer Rusia di Suriah menunjukkan bahwa ketegangan antara kekuatan besar semakin meningkat. Dengan situasi yang terus berkembang, semua pihak kini harus waspada terhadap kemungkinan eskalasi konflik yang dapat berdampak luas bagi stabilitas regional dan keamanan global. Semua mata kini tertuju pada bagaimana Rusia akan merespons langkah ini dan apa dampaknya bagi masa depan konflik di Suriah.

4 Keuntungan Besar Erdogan Setelah Sukses Menggulingkan Presiden Assad

Pada 21 Desember 2024, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berhasil mencapai salah satu tujuan besar dalam politik luar negerinya dengan menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Keberhasilan ini memberikan Erdogan sejumlah keuntungan strategis yang tidak hanya memperkuat posisinya di kawasan Timur Tengah tetapi juga memberikan pengaruh lebih besar di dunia internasional. Berikut adalah empat keuntungan besar yang didapatkan Erdogan setelah sukses mengubah peta politik Suriah.

1. Penguatan Pengaruh Turki di Timur Tengah

Keberhasilan menggulingkan Assad memberikan Erdogan kesempatan untuk memperkuat posisi Turki sebagai kekuatan utama di Timur Tengah. Dengan mengatasi rezim yang dianggap oleh Erdogan sebagai ancaman terhadap stabilitas regional, Turki kini memiliki peluang untuk mempengaruhi kebijakan negara-negara tetangga, terutama di wilayah yang sebelumnya dipengaruhi oleh Suriah. Dengan menciptakan ketergantungan negara-negara tersebut pada Turki, Erdogan semakin memperkokoh pengaruh politiknya.

2. Keamanan Perbatasan yang Lebih Terjamin

Salah satu keuntungan utama bagi Erdogan setelah menggulingkan Assad adalah peningkatan keamanan di sepanjang perbatasan Turki dengan Suriah. Turki telah lama menghadapi ancaman dari kelompok-kelompok teroris yang beroperasi di wilayah Suriah, terutama dari kelompok Kurdi. Dengan jatuhnya Assad, Erdogan dapat menciptakan zona aman dan mengendalikan wilayah perbatasan untuk mencegah ancaman tersebut, sambil memperkuat posisinya dalam menghadapi potensi gangguan dari kelompok ekstremis.

3. Pengaruh Lebih Besar dalam Penyelesaian Konflik Regional

Dengan menggulingkan Assad, Turki kini menjadi pemain utama dalam proses penyelesaian konflik Suriah. Erdogan dapat memperkuat posisinya dalam perundingan internasional terkait dengan Suriah, termasuk dalam hal penarikan pasukan asing dan rekonstruksi negara. Hal ini memberikan Turki keuntungan diplomatik, mengubahnya menjadi mediator yang tak terelakkan dalam menentukan masa depan Suriah dan negara-negara sekitarnya.

4. Penguatan Ekonomi dan Infrastruktur Regional

Sukses menggulingkan Assad membuka jalan bagi Turki untuk terlibat langsung dalam pembangunan kembali wilayah yang terdampak perang di Suriah. Sebagai negara yang kini memegang kendali atas banyak wilayah Suriah, Turki dapat memanfaatkan peluang ekonomi, mulai dari kontrak pembangunan infrastruktur hingga akses pasar baru. Ini tidak hanya memberi keuntungan ekonomi bagi Turki tetapi juga mempererat hubungan Turki dengan negara-negara yang terdampak konflik, memperkuat posisinya dalam perdagangan dan investasi.

Dengan keberhasilan ini, Erdogan tidak hanya berhasil mengalahkan seorang pemimpin regional, tetapi juga memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan kekuatan Turki di arena global, baik dalam segi politik, keamanan, ekonomi, maupun diplomasi.

Negara Rusia Wanti-wanti Israel Konsekuensi Rebut Wilayah Suriah Di Golan

Jakarta — Ketegangan diplomatik kembali meningkat antara Rusia dan Israel setelah Moskow memberikan peringatan keras terkait tindakan Israel di wilayah Dataran Tinggi Golan, yang secara internasional diakui sebagai bagian dari Suriah. Peringatan ini datang setelah laporan yang menyebutkan bahwa Israel berencana untuk memperluas kontrol atas wilayah tersebut, sebuah langkah yang mendapat perhatian serius dari Rusia, yang memiliki hubungan strategis dengan Suriah.

Dalam pernyataannya pada 12 Desember 2024, Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan bahwa setiap upaya Israel untuk merebut atau menguasai lebih banyak wilayah Suriah di Dataran Tinggi Golan akan menghadapi “konsekuensi serius.” Rusia, yang telah menjadi salah satu sekutu utama Presiden Bashar al-Assad di Suriah, menekankan bahwa status Dataran Tinggi Golan adalah bagian dari resolusi internasional dan harus dihormati oleh semua pihak. Langkah ini menunjukkan sikap keras Rusia terhadap kebijakan luar negeri Israel di kawasan Timur Tengah.

Dataran Tinggi Golan menjadi wilayah sengketa sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967, ketika Israel merebut wilayah tersebut dari Suriah. Meskipun Israel telah menguasai sebagian besar daerah itu, masyarakat internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tidak mengakui aneksasi tersebut. Suriah, yang mendukung gerakan perlawanan terhadap Israel, terus mengklaim Golan sebagai bagian dari wilayahnya yang sah. Situasi ini menambah ketegangan dalam geopolitik kawasan, terutama dengan keterlibatan Rusia yang mendukung Suriah dalam perang saudara yang berlangsung.

Israel belum memberikan tanggapan resmi terkait peringatan Rusia ini, namun pemerintah Tel Aviv sebelumnya mengungkapkan bahwa mereka akan terus melindungi keamanan nasional mereka, termasuk wilayah yang dianggap strategis seperti Golan. Sementara itu, Rusia secara terbuka menekankan bahwa setiap langkah unilateral oleh Israel di wilayah tersebut akan memperburuk ketegangan di kawasan Timur Tengah. Moskow juga memperingatkan bahwa upaya untuk mengguncang status quo dapat mengarah pada eskalasi yang berisiko tinggi, terutama dengan melibatkan lebih banyak negara besar yang memiliki kepentingan di Suriah.

Peringatan Rusia ini tidak hanya berkaitan dengan Suriah, tetapi juga mencerminkan dinamika lebih luas dalam hubungan internasional. Rusia, yang memiliki pengaruh besar di Timur Tengah, khususnya melalui aliansinya dengan Iran dan Suriah, tampaknya berusaha memperingatkan Israel agar tidak mengambil langkah-langkah yang bisa merusak stabilitas kawasan. Dalam beberapa tahun terakhir, Israel dan Rusia telah berusaha menjaga hubungan diplomatik, meskipun ada perbedaan pandangan mengenai konflik regional.

Peringatan Rusia terhadap Israel terkait Dataran Tinggi Golan mencerminkan ketegangan yang semakin tinggi dalam geopolitik Timur Tengah. Sementara Israel berfokus pada keamanan nasionalnya, Rusia menegaskan bahwa setiap tindakan yang merubah status quo di wilayah tersebut bisa berujung pada konsekuensi yang serius. Ke depan, perkembangan ini akan sangat mempengaruhi dinamika konflik di Suriah dan hubungan Israel dengan kekuatan besar lainnya di kawasan.