Brad Sigmon, seorang narapidana berusia 67 tahun asal Carolina Selatan, Amerika Serikat, menjadi sorotan dunia setelah memilih untuk dieksekusi dengan regu tembak sebagai alternatif dari suntikan mematikan atau kursi listrik. Sigmon dihukum atas pembunuhan dua orang tua mantan pacarnya, David dan Gladys Larke, yang ia bunuh dengan tongkat bisbol pada tahun 2001. Eksekusi yang berlangsung pada Jumat, 7 Maret 2025, ini menandai eksekusi regu tembak pertama di Amerika Serikat dalam 15 tahun terakhir, sebuah keputusan yang memicu perdebatan terkait hukuman mati di negara tersebut.
Menurut laporan dari AFP pada Sabtu (8/3/2025), eksekusi dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Broad River di kota Columbia, ibu kota Carolina Selatan. Sigmon, yang mengenakan pakaian terusan hitam dengan tanda sasaran merah di dada, diikat di kursi eksekusi saat regu tembak, yang terdiri dari tiga orang, melepaskan tembakan bersamaan pada pukul 18.05 waktu setempat. Tembakan tersebut menewaskan Sigmon dalam waktu singkat, dan ia dinyatakan meninggal dunia oleh seorang dokter pada pukul 18.08.
Saksi Mata Melaporkan Kejadian Mengerikan
Sejumlah wartawan menyaksikan eksekusi tersebut dari balik kaca pelindung, termasuk reporter Anna Dobbins dari stasiun TV WYFF News 4. Dobbins melaporkan bahwa setelah tembakan dilepaskan, Sigmon tampak tegang, dan darah terlihat muncrat saat peluru menembus tubuhnya. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat dan menciptakan suara seperti satu tembakan besar, sebuah pengalaman yang menimbulkan kesan mengerikan bagi yang menyaksikannya.
Pada pernyataan terakhirnya, yang dibacakan oleh pengacaranya Gerald “Bo” King, Sigmon menyampaikan pesan penuh kasih dan meminta agar hukuman mati dihentikan. Dalam pernyataan tersebut, Sigmon menegaskan pentingnya mengakhiri praktik hukuman mati yang menurutnya terlalu kejam.
Perdebatan Tentang Hukuman Mati dan Metode Eksekusi
Eksekusi regu tembak ini menambah sorotan terhadap penggunaan hukuman mati di Amerika Serikat, yang telah menjadi perdebatan panjang. Setelah Mahkamah Agung mengizinkan kembalinya hukuman mati pada tahun 1976, sebagian besar eksekusi di AS dilakukan dengan menggunakan suntikan mematikan. Namun, eksekusi dengan regu tembak terakhir kali dilaksanakan di Utah pada 2010.
Sigmon, yang sempat mengajukan permohonan penundaan eksekusi pada menit-menit terakhir, memilih regu tembak setelah merasa bahwa pilihan lainnya tidak kalah mengerikan. Dalam penjelasannya, pengacara Sigmon mengatakan bahwa dirinya terjebak dalam dilema antara kursi listrik, yang ia anggap dapat mengakibatkan kematian yang sangat menyakitkan, dan suntikan mematikan yang berisiko menyebabkan kematian yang berlangsung lama, seperti yang dialami oleh tiga narapidana lainnya di Carolina Selatan sejak September.
Hukuman Mati di Amerika Serikat: Seiring Waktu, Jumlah Eksekusi Menurun
Eksekusi ini terjadi di tengah perdebatan yang semakin besar mengenai hukuman mati di Amerika Serikat. Saat ini, 23 dari 50 negara bagian di AS telah menghapuskan hukuman mati, sementara beberapa negara bagian lainnya, termasuk California, Oregon, dan Pennsylvania, telah memberlakukan moratorium atau penangguhan pelaksanaan hukuman mati. Meskipun demikian, beberapa negara bagian seperti Carolina Selatan masih melaksanakan eksekusi, dengan Gubernur Henry McMaster menolak permohonan grasi yang diajukan oleh Sigmon.
Pada 2025, AS telah melaksanakan enam eksekusi, setelah 25 eksekusi dilaksanakan sepanjang tahun 2024. Presiden Donald Trump, yang pernah menjadi pendukung keras hukuman mati, menginginkan perluasan penerapan hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan paling keji, meskipun banyak pihak yang mengkritik praktik ini sebagai bentuk kekejaman negara.
Eksekusi Brad Sigmon menandai babak baru dalam sejarah hukuman mati di Amerika Serikat, dan memperdalam perdebatan tentang moralitas dan efektivitas penerapan hukuman mati di dunia modern.