Retret Kepala Daerah 2024: Mantan Presiden dan Tokoh Nasional Siap Berbagi Pengetahuan di Magelang

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengungkapkan bahwa ada kemungkinan mantan presiden Indonesia akan menjadi pembicara dalam retret kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024. Acara tersebut akan berlangsung di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, mulai Jumat (21/2) hingga Jumat (28/2) mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Bima menyebutkan bahwa pembicara dalam retret ini akan sebagian besar terdiri dari tokoh-tokoh nasional, termasuk Presiden Prabowo Subianto. Selain itu, Bima juga menyebutkan kemungkinan kehadiran mantan presiden, meskipun dia enggan untuk merinci siapa yang dimaksud. Nama mantan presiden yang akan menjadi pembicara akan diumumkan kemudian.

Dalam acara retret ini, ada lima pokok pembekalan utama yang akan diberikan kepada kepala daerah terpilih. Pertama adalah pemahaman tentang tugas pokok kepala daerah, mengingat tidak semua kepala daerah terpilih memiliki latar belakang pemerintahan. Kedua, akan ada pembekalan mengenai visi pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dengan fokus pada isu-isu penting seperti ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Ketiga, retret ini bertujuan untuk membangun kedekatan emosional antar kepala daerah, yang diharapkan dapat mempermudah koordinasi dalam berbagai urusan, seperti kebutuhan bahan pangan antar daerah. Keempat, para kepala daerah juga akan diberikan materi tentang pengelolaan anggaran dan bagaimana mengawasi penggunaan uang rakyat, dengan dukungan dari KPK, BPK, BPKP, dan kepolisian.

Kelima, ada materi tentang ketahanan nasional dan wawasan kebangsaan, yang bertujuan menjadikan para kepala daerah sebagai garda terdepan pemersatu bangsa dan tokoh nasionalis.

Retret ini akan dimulai setelah pasangan kepala daerah terpilih dilantik serentak pada Kamis (20/2). Setelah itu, mereka akan mengikuti serangkaian kegiatan di Akademi Militer Magelang, sementara wakil kepala daerah akan hadir pada acara penutupan retret.

Skandal LNG: KPK Ungkap Kerugian Pertamina Rp 1,9 Triliun!

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian sebesar 124 juta dolar AS, atau sekitar Rp 1,9 triliun berdasarkan kurs pada Selasa (7/1/2025), akibat pembelian Liquefied Natural Gas (LNG). Dugaan kerugian negara ini tengah diselidiki KPK, salah satunya melalui pemeriksaan terhadap mantan Vice President (VP) LNG PT Pertamina, Achmad Khoiruddin (AK), sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait jual-beli LNG antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL).

“Saksi dimintai keterangan terkait transaksi LNG dengan CCL pada periode 2019-2021 yang menyebabkan kerugian Pertamina sebesar 124 juta dolar AS,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulisnya. Menurut Tessa, kerugian tersebut disebabkan produk LNG yang dibeli tidak dapat diserap oleh pasar.

Selain itu, KPK juga memeriksa mantan Manager Legal Services Product Pertamina, Cholid (C), untuk menelusuri proses penandatanganan kontrak pembelian LNG yang dilakukan sebelum Pertamina memiliki calon pembeli. Tak hanya itu, VP SPBD PT Pertamina, Ginanjar (G), turut diperiksa untuk mendalami strategi dan manajemen perusahaan terkait pembelian LNG tersebut.

“Saksi dimintai keterangan mengenai strategi dan perencanaan manajemen Pertamina dalam pengadaan LNG,” tambah Tessa.

Kasus dugaan korupsi LNG ini merupakan bagian dari penyelidikan lebih luas yang tengah dilakukan oleh KPK. Sebelumnya, pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua pejabat PT Pertamina sebagai tersangka, yaitu Yenni Andayani (Senior Vice President Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014) dan Hari Karyuliarto (Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014). Selain itu, mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, telah divonis sembilan tahun penjara terkait kasus yang sama.

KPK Bantah Pengacara Gubernur Bengkulu Soal OTT Saat Kampanye Pilkada

Pengacara Gubernur Bengkulu, yang sebelumnya disebutkan dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membantah bahwa tindakan tersebut berkaitan dengan kampanye pilkada. Pengacara tersebut mengklaim bahwa OTT yang dilakukan oleh KPK tidak ada kaitannya dengan kegiatan politik atau kampanye. Namun, KPK dengan tegas membantah klaim tersebut dan memberikan penjelasan terkait alasan di balik penangkapan tersebut.

KPK menegaskan bahwa OTT yang dilakukan terhadap Gubernur Bengkulu bukanlah bagian dari upaya pencegahan atau penindakan terkait pelaksanaan kampanye pilkada yang sedang berlangsung. Menurut KPK, OTT dilakukan karena dugaan adanya tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat tersebut, dan tidak terkait dengan proses kampanye yang sedang berjalan. KPK menegaskan bahwa penindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum yang bersifat profesional dan independen.

Dalam klarifikasinya, KPK juga menambahkan bahwa seluruh proses OTT tersebut dilakukan secara transparan dan tidak ada unsur politik dalam pelaksanaannya. KPK berkomitmen untuk tetap menjaga netralitas dalam menangani perkara hukum dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Oleh karena itu, meskipun Gubernur Bengkulu merupakan calon dalam pilkada, proses hukum yang dilakukan tetap berlandaskan pada bukti-bukti yang ada, bukan berdasarkan politik atau kepentingan lainnya.

Pernyataan ini menjadi penting untuk mengklarifikasi bahwa penindakan KPK tidak pernah terpengaruh oleh dinamika politik, termasuk pada saat berlangsungnya kampanye pilkada. KPK menegaskan bahwa komitmen mereka untuk memberantas praktik korupsi harus tetap berjalan meskipun di tengah situasi politik yang penuh dengan tantangan. Mereka berharap masyarakat dapat memahami bahwa proses hukum yang dilakukan oleh KPK sepenuhnya berdasarkan integritas dan kewajiban untuk menegakkan hukum.

KPK mengungkapkan bahwa proses hukum terkait OTT ini akan terus dilanjutkan sesuai dengan prosedur yang berlaku, dengan memberikan kesempatan kepada pihak terkait untuk membela diri dalam proses peradilan. KPK juga memastikan bahwa pengawasan terhadap tindakan korupsi akan tetap berjalan tanpa ada intervensi dari pihak manapun, termasuk dalam konteks pilkada yang sedang berlangsung.