Waketum MUI Pertanyakan Kenaikan PPN 12%: Sesuai dengan Amanat Konstitusi?

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengungkapkan keberatannya terhadap kebijakan pemerintah yang akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Meskipun kenaikan ini memiliki dasar hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Anwar mempertanyakan apakah kebijakan ini sejalan dengan amanat konstitusi.

Anwar mengemukakan, “Pertanyaannya, apakah tuntutan yang diatur dalam UU tersebut sudah sesuai dengan amanat konstitusi?” Dia juga mengkritisi kebijakan tersebut dari perspektif sosial ekonomi. “Apakah ketentuan tersebut sudah tepat untuk diterapkan dalam kondisi sosial ekonomi saat ini? Inilah yang menjadi masalah dan kontroversinya,” ujarnya dalam keterangannya pada Kamis, 26 Desember 2024.

Waketum MUI itu menilai bahwa pemerintah terkesan bersikeras menaikkan PPN pada Januari 2025 dengan alasan sesuai dengan ketentuan dalam UU HPP. Pemerintah juga beralasan membutuhkan pembiayaan besar untuk program-program yang memerlukan anggaran besar. Namun, Anwar menyoroti dampak negatif kebijakan tersebut, terutama bagi masyarakat dan dunia usaha. Kenaikan PPN, menurutnya, akan mendorong harga barang dan jasa naik, yang pada gilirannya akan menurunkan daya beli masyarakat. “Jika daya beli masyarakat menurun, maka keuntungan pengusaha serta kesejahteraan masyarakat juga akan terpengaruh,” katanya.

Anwar mengingatkan bahwa hal ini bertentangan dengan amanat konstitusi, yang mengharapkan kebijakan pemerintah untuk mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah menunda penerapan kenaikan PPN hingga kondisi ekonomi dan dunia usaha lebih mendukung. “Jika pemerintah tetap memaksakan kebijakan ini mulai 1 Januari 2025, maka hal tersebut menjadi tanda tanya besar,” tegasnya.

Muzani: Prabowo Dengar dan Pertimbangkan Saran Terkait PPN 12%

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menerima dan mencermati semua masukan yang terkait dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Muzani menjelaskan bahwa Prabowo sangat memperhatikan kritik dan saran yang berkembang di masyarakat terkait kebijakan ini.

“Protes dan penolakan merupakan bagian dari proses demokrasi yang wajar. Semua pandangan, kritik, dan saran yang berkembang kami terima sebagai catatan penting sebelum Presiden membuat keputusan akhir,” ujar Muzani di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (23/12/2024).

Muzani menambahkan bahwa Prabowo memahami sepenuhnya keberatan-keberatan yang ada. Menurutnya, keputusan terkait hal ini akan diumumkan oleh Presiden pada waktu yang tepat. “Pak Prabowo memahami semua keberatan tersebut, dan nanti pada waktunya beliau akan mengumumkan keputusan yang akan diambil, termasuk apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam kenaikan PPN,” lanjutnya.

Ia juga menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) 2021 yang mengatur kenaikan ini mulai Januari 2025. Muzani menegaskan bahwa pemerintah akan mempelajari dengan cermat berbagai masukan yang ada.

“Undang-undang ini mengharuskan kenaikan PPN menjadi 12% pada Januari 2025. Namun, pemerintah akan mempelajari dengan saksama berbagai pandangan yang muncul di masyarakat, termasuk masukan dari Pak Prabowo. Semua pandangan ini akan menjadi bahan pertimbangan Presiden dalam mengambil keputusan,” tambah Muzani.