Dampak Fatal: 6,3 Juta ODHA Terancam Akibat Pembekuan Bantuan AS!

Keputusan Presiden Donald Trump untuk membekukan program bantuan luar negeri Amerika Serikat dapat berdampak besar terhadap jutaan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebijakan ini berpotensi mengancam nyawa 6,3 juta ODHA dalam empat tahun ke depan.

Dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, Wakil Direktur Eksekutif Program Gabungan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Christine Stegling, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut menyebabkan ketidakpastian dan gangguan dalam distribusi layanan pengobatan bagi ODHA. Saat ini, sekitar 20 juta dari 30 juta ODHA di dunia sangat bergantung pada bantuan Amerika Serikat untuk memperoleh akses pengobatan.

Stegling menjelaskan bahwa AS merupakan pendonor utama dalam upaya global melawan HIV/AIDS, dengan kontribusi mencapai 70 persen dari total pendanaan. Bantuan ini disalurkan melalui program Rencana Darurat Presiden AS untuk Bantuan AIDS (PEPFAR). Jika pendanaan PEPFAR tidak diperbarui antara 2025 hingga 2029 dan tidak ada sumber dana alternatif yang menggantikannya, diperkirakan jumlah kematian akibat AIDS akan meningkat hingga 400 persen.

Prediksi ini menunjukkan bahwa 6,3 juta orang berisiko meninggal dunia akibat AIDS jika bantuan dari AS benar-benar dihentikan. Stegling juga menyoroti bahwa dampak terbesar dari kebijakan ini akan dirasakan dalam sistem kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, di Ethiopia, sekitar 5.000 tenaga medis yang sebelumnya dibiayai oleh bantuan AS kini kehilangan kontrak kerja mereka, yang pada akhirnya menghambat layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Kebijakan pembekuan bantuan ini tidak hanya mengancam nyawa jutaan ODHA, tetapi juga berpotensi melumpuhkan sistem kesehatan di berbagai negara yang selama ini bergantung pada pendanaan AS untuk menangani HIV/AIDS.

PBB Prihatin Atas Kebijakan Trump yang Menangguhkan Bantuan Luar Negeri

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait penangguhan bantuan luar negeri. Dalam konferensi pers yang disampaikan oleh juru bicaranya, Stephane Dujarric, Guterres menekankan pentingnya bantuan Amerika Serikat dalam mendukung masyarakat rentan di berbagai belahan dunia.

Keputusan ini, menurut Guterres, berpotensi mengganggu jalannya program-program kemanusiaan dan pembangunan yang menjadi sandaran utama bagi banyak komunitas yang hidup dalam kondisi sulit. Dujarric mengungkapkan bahwa PBB sangat berharap adanya pengecualian tambahan untuk memastikan kelanjutan bantuan krusial ini, terutama bagi mereka yang mata pencahariannya sangat bergantung pada dukungan tersebut.

Sebagai salah satu donor terbesar di dunia, Amerika Serikat memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas global. Oleh karena itu, Guterres menyerukan kerja sama yang erat dengan pemerintahan Trump untuk mengatasi berbagai tantangan internasional. Sekjen PBB menekankan pentingnya dialog konstruktif agar program bantuan luar negeri dapat terus berjalan tanpa hambatan.

Kebijakan penangguhan ini merupakan bagian dari perintah eksekutif yang dikeluarkan Trump, yang memerintahkan evaluasi selama 90 hari terhadap pengeluaran bantuan luar negeri guna memastikan kesesuaiannya dengan prioritas kebijakan luar negeri AS. Meskipun beberapa negara seperti Israel dan Mesir dikecualikan dari kebijakan ini, sekutu utama lainnya, termasuk Ukraina, Yordania, dan Taiwan, turut terkena dampaknya.

Langkah ini telah menimbulkan kekhawatiran besar, terutama di tengah krisis global yang memerlukan solidaritas dan dukungan bersama. Guterres menegaskan bahwa keberlanjutan bantuan ini sangat penting bagi jutaan individu yang menghadapi tantangan hidup berat setiap harinya.