Kehadiran Cuaca Dingin Ekstrem, Sekolah dan Kantor Pemerintah di Iran Ditutup

Pemerintah Iran mengambil langkah drastis untuk mengurangi konsumsi energi di tengah cuaca dingin ekstrem yang melanda negara tersebut. Pada Rabu (12/2/2025), sekolah-sekolah dan kantor pemerintah di ibu kota Teheran serta lebih dari 20 provinsi lainnya terpaksa diliburkan. Keputusan ini diambil untuk menghemat energi setelah suhu udara yang sangat rendah menyebabkan lonjakan penggunaan alat pemanas dan memperburuk kekurangan pasokan listrik.

Meskipun Iran dikenal memiliki cadangan minyak dan gas terbesar di dunia, negara ini menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi domestiknya, terutama selama musim dingin. Seperti yang dilaporkan oleh AFP, pasokan bahan bakar untuk pembangkit listrik terbukti tidak cukup untuk menjaga aliran energi yang stabil. Ketika suhu turun drastis, permintaan untuk pemanasan rumah dan fasilitas lainnya melonjak, meningkatkan ketergantungan pada pasokan energi yang terbatas.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Iran mengumumkan penutupan kantor dan sekolah di lebih dari dua puluh provinsi, termasuk Alborz, Fars, Isfahan, dan Yazd. Langkah ini diambil setelah cuaca ekstrem menyebabkan salju lebat dan embun beku, yang memperburuk konsumsi energi. Di beberapa daerah, listrik juga dipadamkan sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi beban pada sistem kelistrikan.

Pada malam sebelumnya, beberapa wilayah di Teheran mengalami pemadaman listrik, dengan laporan dari televisi pemerintah yang mengungkapkan adanya masalah pasokan gas di beberapa pembangkit listrik. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan listrik negara, Tavanir, meminta agar konsumsi gas dan listrik dikurangi sebesar 10 persen.

Suhu yang sangat rendah juga memperburuk situasi. Di Hamadan, salah satu kota yang terletak di wilayah barat Iran, suhu udara turun hingga mencapai minus 19 derajat Celsius, menjadikannya sebagai wilayah terdingin di negara tersebut. Selain itu, ramalan cuaca juga memperkirakan hujan lebat, badai petir, dan angin kencang di banyak provinsi pada Rabu (12/2), dengan salju yang melapisi pegunungan di utara Iran, terutama di daerah Zagros.

Meskipun pemerintah seringkali menjadikan cuaca ekstrem sebagai alasan untuk penutupan massal dan pembatasan energi, kejadian ini juga menggambarkan ketergantungan Iran pada pasokan energi yang semakin rentan. Dengan cuaca yang terus membeku dan tantangan yang dihadapi oleh sektor energi, banyak yang berharap Iran dapat menemukan solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah ini tanpa mempengaruhi kehidupan warganya lebih jauh.

Eks Menteri Perang Sarankan Israel Langsung Gempur Iran Untuk Cegah Serangan Dari Houthi

Pada 24 Desember 2024, pernyataan kontroversial datang dari mantan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, yang menyarankan pemerintah Israel untuk segera melakukan serangan militer terhadap Iran. Dalam wawancara yang mengundang banyak perhatian, ia menyatakan bahwa langkah agresif terhadap Iran dianggap perlu untuk mencegah potensi serangan dari kelompok Houthi yang didukung oleh Teheran. Menurutnya, Iran yang terus memperkuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah dapat meningkatkan ancaman terhadap stabilitas Israel dan negara-negara sekutunya. Saran ini menambah ketegangan di kawasan yang sudah dilanda ketidakstabilan.

Pernyataan tersebut muncul setelah serangkaian laporan yang menunjukkan bahwa Iran memberikan dukungan kepada kelompok Houthi di Yaman, yang sering melakukan serangan terhadap negara-negara tetangga seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Kelompok Houthi, yang memiliki hubungan erat dengan Iran, telah memanfaatkan sumber daya dan teknologi dari Teheran untuk memperkuat serangan mereka, termasuk serangan roket dan drone. Hal ini menambah ketegangan di wilayah yang sudah penuh dengan konflik, dengan beberapa negara di kawasan khawatir akan eskalasi lebih lanjut.

Jika Israel mengikuti saran tersebut dan melancarkan serangan terhadap Iran, hal ini dapat memperburuk ketegangan di seluruh kawasan Timur Tengah. Iran, yang memiliki militer yang cukup kuat, dapat membalas dengan serangan terhadap Israel atau sekutu-sekutu Barat lainnya. Keputusan semacam itu juga berisiko memicu konfrontasi besar yang dapat mengarah pada konflik terbuka dengan dampak yang sangat besar bagi stabilitas kawasan. Ini akan melibatkan lebih banyak negara dan bisa memicu perang yang lebih luas.

Usulan dari mantan Menteri Pertahanan Israel ini tidak lepas dari sorotan internasional. Beberapa negara, terutama yang memiliki hubungan baik dengan Iran, menentang pendekatan militer langsung. Mereka menyarankan agar upaya diplomatik dan negosiasi lebih diutamakan untuk meredakan ketegangan. Sementara itu, negara-negara yang lebih pro-Israel cenderung mendukung langkah-langkah keras terhadap Iran sebagai cara untuk melindungi keamanan Israel dan mencegah proliferasi senjata yang dapat digunakan oleh kelompok seperti Houthi.

Pernyataan mantan Menteri Pertahanan Israel ini menambah kontroversi terkait kebijakan luar negeri negara tersebut. Sementara banyak pihak yang mendukung langkah tegas terhadap Iran, ada juga yang memperingatkan bahaya eskalasi yang bisa terjadi. Keputusan tentang bagaimana menanggapi ancaman dari kelompok Houthi dan Iran akan sangat menentukan stabilitas Timur Tengah dalam beberapa tahun ke depan.