Keir Starmer Jalani Tes HIV di Depan Publik, Dorong Kesadaran dan Hapus Stigma!

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mencetak sejarah sebagai pemimpin Barat pertama yang secara terbuka melakukan tes HIV pada Jumat (7/2/2025). Tindakannya ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka Pekan Tes HIV Nasional yang dimulai pada Senin (10/2). Kampanye ini mengajak masyarakat untuk melakukan tes HIV secara rutin dan berupaya menghapus stigma negatif terhadap pemeriksaan HIV.

Starmer didampingi penyanyi soul asal Inggris, Beverley Knight, saat menjalani tes HIV di kediaman resminya, 10 Downing Street. Keduanya mendapatkan bimbingan langsung dari Richard Angell, Kepala Eksekutif lembaga amal The Terrence Higgins Trust (THT), mengenai cara melakukan tes HIV secara mandiri di rumah. Tes ini menggunakan alat sederhana yang bisa memberikan hasil hanya dalam waktu 15 menit, membuktikan bahwa pemeriksaan HIV dapat dilakukan dengan mudah tanpa perlu mengunjungi fasilitas kesehatan.

Langkah Starmer mendapat pujian luas dari komunitas medis dan aktivis HIV/AIDS. Banyak pihak menilai tindakan ini sebagai bentuk dukungan nyata dalam menghapus stigma terhadap HIV. Menurut Richard Angell, masih banyak orang yang enggan melakukan tes karena takut dikucilkan, padahal deteksi dini sangat penting untuk pengobatan dan pencegahan penyebaran HIV.

Tes HIV yang dilakukan Starmer juga bertepatan dengan peringatan dari UNAIDS, badan AIDS di bawah naungan PBB. Mereka memperingatkan bahwa jika pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, menarik pendanaan global untuk program HIV/AIDS, lebih dari enam juta orang berisiko kehilangan nyawa dalam empat tahun ke depan. Meskipun program ini sempat mendapatkan pengecualian dalam pemotongan dana bantuan luar negeri AS bulan lalu, kekhawatiran tentang kelangsungan program pengobatan masih tinggi. UNAIDS menegaskan bahwa pendanaan yang stabil sangat dibutuhkan untuk mendukung perawatan dan edukasi terkait HIV/AIDS di seluruh dunia.

Dampak Fatal: 6,3 Juta ODHA Terancam Akibat Pembekuan Bantuan AS!

Keputusan Presiden Donald Trump untuk membekukan program bantuan luar negeri Amerika Serikat dapat berdampak besar terhadap jutaan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia. Menurut badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebijakan ini berpotensi mengancam nyawa 6,3 juta ODHA dalam empat tahun ke depan.

Dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, Wakil Direktur Eksekutif Program Gabungan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Christine Stegling, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut menyebabkan ketidakpastian dan gangguan dalam distribusi layanan pengobatan bagi ODHA. Saat ini, sekitar 20 juta dari 30 juta ODHA di dunia sangat bergantung pada bantuan Amerika Serikat untuk memperoleh akses pengobatan.

Stegling menjelaskan bahwa AS merupakan pendonor utama dalam upaya global melawan HIV/AIDS, dengan kontribusi mencapai 70 persen dari total pendanaan. Bantuan ini disalurkan melalui program Rencana Darurat Presiden AS untuk Bantuan AIDS (PEPFAR). Jika pendanaan PEPFAR tidak diperbarui antara 2025 hingga 2029 dan tidak ada sumber dana alternatif yang menggantikannya, diperkirakan jumlah kematian akibat AIDS akan meningkat hingga 400 persen.

Prediksi ini menunjukkan bahwa 6,3 juta orang berisiko meninggal dunia akibat AIDS jika bantuan dari AS benar-benar dihentikan. Stegling juga menyoroti bahwa dampak terbesar dari kebijakan ini akan dirasakan dalam sistem kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, di Ethiopia, sekitar 5.000 tenaga medis yang sebelumnya dibiayai oleh bantuan AS kini kehilangan kontrak kerja mereka, yang pada akhirnya menghambat layanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Kebijakan pembekuan bantuan ini tidak hanya mengancam nyawa jutaan ODHA, tetapi juga berpotensi melumpuhkan sistem kesehatan di berbagai negara yang selama ini bergantung pada pendanaan AS untuk menangani HIV/AIDS.