Prabowo Ungkap ‘Raja Kecil’ di Birokrasi: Efisiensi Anggaran Menuai Pro dan Kontra

Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan efisiensi anggaran di berbagai kementerian dan lembaga mendapat reaksi beragam. Dalam pidatonya di Kongres XVIII Muslimat NU di Surabaya pada Senin (10/2/2025), Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi pemborosan serta menghentikan pengeluaran yang tidak perlu. Ia juga menyebut adanya pihak-pihak dalam birokrasi yang menentang langkah tersebut, yang ia sebut sebagai ‘raja kecil’.

Pernyataan ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, yang berpendapat bahwa jika Prabowo enggan menyebutkan nama, seharusnya ia menjelaskan tindakan yang dilakukan oleh ‘raja kecil’ tersebut. Menurutnya, permasalahan seperti ini lebih baik diselesaikan secara internal daripada diungkapkan ke publik.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, menyatakan bahwa efisiensi anggaran adalah bagian dari pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan Undang-Undang Keuangan Negara. Namun, ia menekankan bahwa pemangkasan anggaran tidak boleh berdampak pada pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Ihsan Ro’is, mengingatkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi. Ia menyoroti bahwa pengurangan belanja pemerintah dapat menghambat proyek pembangunan dan mempengaruhi sektor ekonomi daerah, terutama yang bergantung pada industri Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 hanya mencapai 5,03 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,05 persen. Ihsan juga menyoroti dampak dari pemangkasan anggaran transfer daerah yang mencapai Rp50,59 triliun, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025.

Meski efisiensi anggaran bertujuan memperkuat keuangan negara, dampaknya terhadap ekonomi daerah perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Ihsan menegaskan bahwa kebijakan ini harus diimbangi dengan strategi yang memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.

Efisiensi Anggaran 2025: DPR RI Pangkas Pagu Kementerian dan Lembaga hingga 50 Persen

Komisi V DPR RI telah mengesahkan pagu indikatif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk sejumlah kementerian dan lembaga, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Efisiensi anggaran ini mencapai 50 persen dari nilai yang diusulkan sebelumnya.

Dalam Rapat Kerja (Raker) yang digelar di Jakarta pada Kamis, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengumumkan bahwa pagu indikatif BMKG disetujui sebesar Rp1,403 triliun dari sebelumnya Rp2,826 triliun, sementara Basarnas menerima Rp1,011 triliun dari sebelumnya Rp1,497 triliun.

Tak hanya itu, pemangkasan anggaran juga terjadi di beberapa kementerian lainnya. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengalami penyesuaian menjadi Rp29,571 triliun dari sebelumnya Rp110,952 triliun. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) disetujui sebesar Rp1,613 triliun dari Rp5,274 triliun, sedangkan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal turun menjadi Rp1,157 triliun dari Rp2,192 triliun. Sementara itu, Kementerian Transmigrasi mendapat alokasi Rp75,023 triliun dari sebelumnya Rp122,4 triliun.

Meski terjadi perdebatan di kalangan anggota DPR terkait dampak pemangkasan anggaran terhadap pelayanan masyarakat, akhirnya kesepakatan dicapai setelah memahami bahwa keputusan ini sudah sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 serta diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.

Lasarus menegaskan bahwa pengesahan pagu indikatif merupakan kewenangan penuh pemerintah dan akan ditindaklanjuti dalam pembahasan lanjutan dengan kementerian serta lembaga terkait. Rapat teknis mendatang akan memperdalam program kerja masing-masing instansi dengan melibatkan eselon 1 hingga 3.

Menanggapi keputusan ini, Kepala Basarnas, Kusworo, menegaskan bahwa meskipun terjadi efisiensi anggaran, layanan pencarian dan pertolongan kepada masyarakat tetap berjalan optimal selama 24 jam tanpa kompromi.